Dahulu kala, di dekat Laut Selatan terdapat sebuah kampung nelayan. Semua warga kampung tersebut bekerja sebagai nelayan. Maka perkampungan itu lebih dikenal dengan nama Kampung Nelayan. Kampung Nelayan itu dipimpin oleh seorang kepala kampung.
Kepala kampung nelayan memiliki anak perempuan yang cerdas. Namanya Putri Jembersari. Sewaktu Jembersari masih berumur 2 tahun, kampung nelayan diserang gerombolan perampok. Semua warga laki – laki kampung nelayan dipimpin kepala kampung melakukan perlawanan. Namun mereka semua tewas di tangan para perampok itu.
Ketika terjadi pertempuran itu, warga kampung nelayan yang perempuan dan anak – anak pergi meninggalkan kampungnya, termasuk Putri Jembersari. Mereka kemudian menetap di daerah dekat Sungai Bedadung. Di tempat itu, mereka mencoba untuk bercocok tanam. Kebetulan tak jauh dari tempat itu ada sebuah telaga. Air telaga itu mereka manfaatkan untuk mengairi sawah dan ladang. Maka padi, jagung, ketela, kedelai, kacang tanah, sayur – sayuran, dan buah – buahan yang mereka tanam tumbuh dengan suburnya.
Tempat itu kini telah berubah menjadi sebuah desa baru. Desa baru yang warganya kebanyakan adalah kaum perempuan itu semakin lama semakin ramai dan maju. Namun sayang, di desa itu belum ada seorang pemimpin. Barulah ketika Putri Jembersari dewasa, orang – orang menunjuknya sebagai pemimpin mereka.
“Apakah kalian tidak salah menunjukku sebagai pemimpin kalian?”, tanya Putru Jembersari kepada orang – orang yang berkumpul di tempat kediamannya. “Tidak, Putri Jembersari adalah keturunan dari kepala kampung sewaktu kami masih berada di kampung nelayan. Tak ada yang pantas menjadi pemimpin kami lagi selain putri”, jawab seorang mewakili yang lainnya. “Baiklah jika kalian sudah mempercayaiku sebagai pemimpin kalian. Namun aku selalu membutuhkan bantuan kalian semua untuk memajukan desa ini. Dan sejak saat ini, aku berganti nama menjadi Endang Ratnawati.”
Endang Ratnawati atau Putri Jembersari memimpin desanya dengan adil dan bijaksana. Rakyat desa itu pun hidup dengan rukun dan damai. Para warga desa bahu – membahu membangun desanya. Mereka selalu bergotong- royong dalam melakukan suatu pekerjaan. Membuat rumah, mengerjakan sawah, mengerjakan ladang selalu mereka lakukan bersama – sama.
Endang Ratnawati juga mengajak warganya membuat saluran air, membangun bendungan, memperbaiki jalan yang rusak, dan membuat jalan – jalan baru. Rumah – rumag penduduk diatur dan yang rusak diperbaiki bersama – sama. Lama – kelamaan desa yang dulu kecil itu kini telah menjelma menjadi kota yang ramai.
Nama Endang Ratnawati pun terkenal dimana – mana. Banyak laki – laki yang ingin memperistrinya. Namun dengan sopan semua ditolaknya. Pada suatu hari, Endang Ratnawati sedang bersenang – senang di tepi telaga. Dia dikawal oleh beberapa perempuan yang selama ini menjadi pembantu – pembantunya dalam mengurus kota baru itu. Semua perempuan itu juga memiliki ilmu beladiri yang tinggi.
Saat sedang menikmati indahnya pemandangan, Endang Ratnawati dan pengikutnya didatangi segerombolan orang bertampang seram. “Kamu pasti Endang Ratnawati yang menjadi pemimpin kota ini. Lebih baik kamu menuruti perintahku untuk kujadikan istri. Juga perintahkan pengikut – pengikutmu itu untuk kembali ke kota! Ambilkan kami semua harta benda milik penduduk kota”, kata pemimpin orang – orang tersebut. “Siapakah kalian? Sikap kalian seperti perampok”, kata Endang Ratnawati. “Akulah yang memimpin gerombolan ini. Lebih baik kalian menyerah atau kami bunuh”. Mendengar kata – kata ancaman dari gerombolan itu, Endang Ratnawati dan pengikutnya memasang kuda – kuda siap melawan perampok tersebut.
Pertarungan sengit pun tak bisa dihindari. Kedua belah pihak mencoba untuk mengalahkan lawannya. Akhirnya korban dikedua belah pihak pun tak bisa dihindarkan, termasuk pemimpinnya. Warga kota yang mendengar adanya pertarungan itu datang berbondong – bondong. Mereka sangat sedih melihat pemimpin mereka tewas. Dengan berduka cita, mereka membawa jenazah Endang Ratnawati dan pengikutnya. Jenazah – jenazah itu akan dikuburkan di dekat sungai Bedadung. Pada waktu acara pemakaman, dibacakan riwayat singkat Endang Ratnawati. Semua orang kemudian mengetahui bahwa nama kecil Endang Ratnawati adalah Jembersari.
Untuk mengenang jasa Endang Ratnawati, semua warga kota setuju memberi nama kota tersebut dengan nama Jember.