Asal Usul Nama JEMBER

Posted: 26 April 2012 in Serba Asal Usul

Dahulu kala, di dekat Laut Selatan terdapat sebuah kampung nelayan. Semua warga kampung tersebut bekerja sebagai nelayan. Maka perkampungan itu lebih dikenal dengan nama Kampung Nelayan. Kampung Nelayan itu dipimpin oleh seorang kepala kampung.

Kepala kampung nelayan memiliki anak perempuan yang cerdas. Namanya Putri Jembersari. Sewaktu Jembersari masih berumur 2 tahun, kampung nelayan diserang gerombolan perampok. Semua warga laki – laki kampung nelayan dipimpin kepala kampung melakukan perlawanan. Namun mereka semua tewas di tangan para perampok itu.

Ketika terjadi pertempuran itu, warga kampung nelayan yang perempuan dan anak – anak pergi meninggalkan kampungnya, termasuk Putri Jembersari. Mereka kemudian menetap di daerah dekat Sungai Bedadung. Di tempat itu, mereka mencoba untuk bercocok tanam. Kebetulan tak jauh dari tempat itu ada sebuah telaga. Air telaga itu mereka manfaatkan untuk mengairi sawah dan ladang. Maka padi, jagung, ketela, kedelai, kacang tanah, sayur – sayuran, dan buah – buahan yang mereka tanam tumbuh dengan suburnya.

Tempat itu kini telah berubah menjadi sebuah desa baru. Desa baru yang warganya kebanyakan adalah kaum perempuan itu semakin lama semakin ramai dan maju. Namun sayang, di desa itu belum ada seorang pemimpin. Barulah ketika Putri Jembersari dewasa, orang – orang menunjuknya sebagai pemimpin mereka.

“Apakah kalian tidak salah menunjukku sebagai pemimpin kalian?”, tanya Putru Jembersari kepada orang – orang yang berkumpul di tempat kediamannya. “Tidak, Putri Jembersari adalah keturunan dari kepala kampung sewaktu kami masih berada di kampung nelayan. Tak ada yang pantas menjadi pemimpin kami lagi selain putri”, jawab seorang mewakili yang lainnya. “Baiklah jika kalian sudah mempercayaiku sebagai pemimpin kalian. Namun aku selalu membutuhkan bantuan kalian semua untuk memajukan desa ini. Dan sejak saat ini, aku berganti nama menjadi Endang Ratnawati.”

Endang Ratnawati atau Putri Jembersari memimpin desanya dengan adil dan bijaksana. Rakyat desa itu pun hidup dengan rukun dan damai. Para warga desa bahu – membahu membangun desanya. Mereka selalu bergotong- royong dalam melakukan suatu pekerjaan. Membuat rumah, mengerjakan sawah, mengerjakan ladang selalu mereka lakukan bersama – sama.

Endang Ratnawati juga mengajak warganya membuat saluran air, membangun bendungan, memperbaiki jalan yang rusak, dan membuat jalan – jalan baru. Rumah – rumag penduduk diatur dan yang rusak diperbaiki bersama – sama. Lama – kelamaan desa yang dulu kecil itu kini telah menjelma menjadi kota yang ramai.

Nama Endang Ratnawati pun terkenal dimana – mana. Banyak laki – laki yang ingin memperistrinya. Namun dengan sopan semua ditolaknya. Pada suatu hari, Endang Ratnawati sedang bersenang – senang di tepi telaga. Dia dikawal oleh beberapa perempuan yang selama ini menjadi pembantu – pembantunya dalam mengurus kota baru itu. Semua perempuan itu juga memiliki ilmu beladiri yang tinggi.

Saat sedang menikmati indahnya pemandangan, Endang Ratnawati dan pengikutnya didatangi segerombolan orang bertampang seram. “Kamu pasti Endang Ratnawati yang menjadi pemimpin kota ini. Lebih baik kamu menuruti perintahku untuk kujadikan istri. Juga perintahkan pengikut – pengikutmu itu untuk kembali ke kota! Ambilkan kami semua harta benda milik penduduk kota”, kata pemimpin orang – orang tersebut. “Siapakah kalian? Sikap kalian seperti perampok”, kata Endang Ratnawati. “Akulah yang memimpin gerombolan ini. Lebih baik kalian menyerah atau kami bunuh”. Mendengar kata – kata ancaman dari gerombolan itu, Endang Ratnawati dan pengikutnya memasang kuda – kuda siap melawan perampok tersebut.

Pertarungan sengit pun tak bisa dihindari. Kedua belah pihak mencoba untuk mengalahkan lawannya. Akhirnya korban dikedua belah pihak pun tak bisa dihindarkan, termasuk pemimpinnya. Warga kota yang mendengar adanya pertarungan itu datang berbondong – bondong. Mereka sangat sedih melihat pemimpin mereka tewas. Dengan berduka cita, mereka membawa jenazah Endang Ratnawati dan pengikutnya. Jenazah – jenazah itu akan dikuburkan di dekat sungai Bedadung. Pada waktu acara pemakaman, dibacakan riwayat singkat Endang Ratnawati. Semua orang kemudian mengetahui bahwa nama kecil Endang Ratnawati adalah Jembersari.

Untuk mengenang jasa Endang Ratnawati, semua warga kota setuju memberi nama kota tersebut dengan nama Jember.

Sejarah Nama Indonesia

Posted: 26 April 2012 in Tentang Indonesia

Nama Indoneisa untuk pertama kalinya muncul di dunia yaitu terdapat pada tulisan James Richardson Logan halaman 254 (1819-1869). Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Logan adalah orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Pada saat mengusulkan nama Indonesia Logan tidak menyadari dan tidak menduga ternyata nama Indonesia itu menjadi nama bangsa dan Negara yang mana jumlah penduduknya merupakan peringkat keempat terbesar di dunia. Dari situlah James Richardson Logan secara konsisten menggunakan nama Indonesia dalam karya ilmiahnya, dan dengan seiring perjalanannya waktu pemakaian nama Indonesia menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Inilah yang menjadi titik awal mula nama Indonesia di dunia.

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah Indonesia di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah Indonesia itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah Indonesia itu dari tulisan-tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Pada dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut -Hindia Belanda-. Juga tidak -Hindia- saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama Indonesia. Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat, DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesia diresmikan sebagai pengganti nama Nederlandsch-Indie. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama Hindia Belanda untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.

Penjelasan Singkat:

Mengenai Logan. Namanya: James Richardson Logan (1819-1869). Dia adalah orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh.

Dia cuma seorang pengelola majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA); yang diterbitkan di singapura pada 1847.

Orang yang lebih arif mengenai Indonesia & kawasan di mana Indonesia itu berada adalah, George Samuel Windsor Earl (1813-1865).

Dia adalah seorang ahli etnologi bangsa Inggris. Pada tahun 1849, dia mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau).

Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: …the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Itulah sedikit artikel tentang Asal Usul Nama Indonesia, semoga dengan artikel tersebut, Anda khususnya yang memang ingin mengetahui secara pasti tentangsejarah awal mula nama indonesia sudah tidak penasaran lagi, dan tentunya seperti yang duniabaca.com katakan dengan membaca kita akan bertambah ilmu pengetahuan.

Kerajaan Pajajaran

Posted: 26 April 2012 in Kerajaan di Nusantara

Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang terletak di Parahyangan (Sunda). Kata Pakuan sendiri berasal dari kata Pakuwuan yang berarti kota. Pada masa lalu, di Asia Tenggara ada kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam Prasasti Sang Hyang Tapak (1030 M) di kampung Pangcalikan dan Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Suka Bumi.

Sumber Sejarah

Raja – Raja Yang Memerintah

  • Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521)
  • Surawisesa (1521 – 1535)
  • Ratu Dewata (1535 – 1543)
  • Ratu Sakti (1543 – 1551)
  • Ratu Nilakendra (1551-1567)
  • Raga Mulya (1567 – 1579)
  • Rahyang Niskala Wastu Kencana
  • Rahyang Dewa Niskala (Rahyang Ningrat Kencana)
  • Sri Baduga MahaRaja
  • Hyang Wuni Sora
  • Ratu Samian (Prabu Surawisesa)
  • Prabu Ratu Dewata.

Kehidupan Sosial, Ekonomi, dan Budaya

̲̅̅Kondisi Kehidupan Sosial

Kehidupan masyarakat Pajajaran dapat di golongan menjadi golongan seniman (pemain gamelan, penari, dan badut), golongan petani, golongan perdagangan, golongan yang di anggap jahat (tukang copet, tukang rampas, begal, maling, prampok, dll)

●̲̅̅ Kondisi Kehidupan Ekonomi

Pada umumnya masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian, terutama perladangan. Di samping itu, Pajajaran juga mengembangkan pelayaran dan perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Jakarta), dan Cimanuk (Pamanukan)

●̲̅̅ Kehidupan Budaya

Kehidupan budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama Hindu. Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik.

Keruntuhan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan Pajajaran tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.

Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan kraton lalu menetap di wilayah yang mereka namakan Cibeo Lebak Banten. Mereka menerapkan tata cara kehidupan lama yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.

Kerajaan Singhasari

Kerajaan Singhasari berdiri pada tahun 1222 M, berawal dari keberhasilan Ken Arok menggulingkan Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. Ketika itu, Tumapel menjadi bagian Kerajaan Kadiri. Kedudukan Ken Arok semakin meningkat setelah mendapat dukungan dari kalangan brahmana untuk memberontak melawan Kadiri dibawah pimpinan Raja Kertajaya.

Kekalahan Kadiri di desa Ganter mengakibatkan tidak ada lagi kerajaan yang berkuasa di daerah Jawa Timur. Keadaan ini memberi peluang bagi Ken Arok untuk mendirikan kerajaan baru di daerah Tumapel. Namanya Kerajaan Singhasari. Meskipun sempat runtuh dikemudian hari, kerajaan tersebut merintis berdirinya kerajaan besar di Nusantara, yaitu Kerajaan Majapahit.

Sumber Sejarah

Berita mengenai Kerajaan Singhasari diperoleh dari cukup banyak sumber. Sumber – sumber itu berupa kitab, catatan, dan prasasti. Sumber –  sumber itu antara lain :

  • Kitab Pararaton, yang menceritakan riwayat raja – raja Singhasari.
  • Kitab Negarakertagama, yang memuat silsilah raja – raja Majapahit yang berhubungan erat dengan raja – raja Singhasari.
  • Berita Cina, yang menyatakan bahwa Kaisar Kubilai Khan mengirim pasukannya untuk menaklukkan Singhasari.
  • Peninggalan yang berupa candi sebagai makam raja – raja Singhasari, seperti Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singhasari.

  Raja – Raja Yang Pernah Memerintah

1)      Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi  (1222 – 1247 M)

2)      Anusapati (1247 – 1249 M)

3)      Panji Tohjaya (1249 – 1250 M)

4)       Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 – 1272 M)

5)      Kertanegara (1272 – 1292 M)

 Kehidupan Politik

1. Politik Dalam Negeri
Dalam rangka mewujudkan stabilisasi politik dalam negeri, Raja Kertanegara   menempuh jalan sebagai berikut:
o Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya.
o Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya.
o Memperkuat angkatan perang.

2. Politik Luar Negeri

Untuk mencapai cita-cita politiknya itu, Raja Kertanegara menempuh cara-cara sebagai berikut.
o Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu (1275 dan 1286 M) untuk menguasai Kerajaan Melayu serta  melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
o Menguasai Bali (1284 M).
o Menguasai Jawa Barat (1289 M).
o Menguasai Pahang (Malaya) dan Tanjung Pura (Kalimantan).

 

Kehidupan Sosial

Pemerintah Singhasari selalu berusaha untuk meningkatkan kehidupan sosial masyarakatnya. Semasa Ken Arok masih menjadi Akuwu Tumapel, rakyat hidup aman dan tentram. Keadaan itu menarik minat kaum brakmana Kadiri yang menentang Raja Kertajaya. Mereka melarikan diri ke Tumapel dan meminta perlindungan kepada Ken Arok. Suasana aman dan tentram tetap berlangsung semasa Ken Arok menjadi raja Singhasari.

Semasa pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian. Anusapati larut dalam kesenangannya menyabung ayam. Baru semasa pemerintahan Wisnuwardhana dan Kertanegara, kehidupan sosial masyarakat Singhasari mulai diatur rapi kembali.

Kehidupan Ekonomi

            Kehidupan ekonomi kerajaan Singhasari bersumber dari pertanian dan perdagangan. Alasannya, wilayah Singhasari terletak di daerah pedalaman dan dilalui dua sungai besar yaitu Bengawan Solo dan Kali Brantas. Kedua sungai itu dimanfaatkan sebagai sarana pelayaran dan perdagangan.

Sumber sejarah yang menjelaskan tentang kehidupan ekonomi rakyat Singhasari tidak ditemukan. Akan tetapi, sangat dimungkinkan kalau Singhasari meneruskan kehidupan ekonomi zaman sebelumnya, yaitu kehidupan ekonomi Kerajaan Kadiri.

 

Keruntuhan Singhasari

Singhasari runtuh akibat pemberontakan Jayakatwani. Jayakatwang merupakan raja Kadiri sekaligus raja bawahan Kertanegara. Ketika itu, ia bersekongkol dengan Arya Wiraraja (Banyak Wide), bupati dari Sumenep. Ketika itu kekuatan dalam negeri Singhasari lemah akibat terlalu banyak pasukan dilibatkan dalam ekspedisi ke Sumatra, Bali, dan daerah lainnya. Kekuatan Singhasari semain lemah setelah pengkhianatan salah seorang panglimanya, Ardaraja, putera Jayakatwang sendiri. Kesempatan itu dimanfaatkan Jayakatwang untuk menghancurkan Singhasari.

Serangan pasukan Kadiri tidak terbendung lagi. Kertanegara gugur dalam serangan itu. Salah seorang panglima Singhasari, yakni Raden Wijaya, berhasil melarikan diri bersama tiga serangkai: Ranggalawe, Sora, dan Nambi. Mereka melarikan diri ke Kudadu. Kemudian atas bantuan kepala desa Kudadu, mereka meminta perlindungan Bupati Sumenep, Arya Wiraraja. Pada tahun 1292 M, berakhirlah sudah kerajaan Singhasari.

Kerajaan Mataram Lama

Posted: 26 April 2012 in Kerajaan di Nusantara


Kerajaan Mataram Lama

Kerajaan Mataram Lama adalah   kerajaan bercorak Hindu dan didirikan sekitar abad ke-8. Kerajaan Mataram Lama terletak di daerah Jawa Tengah yang muncul setelah Kerajaan Holing dengan daerah intinya bernama Bhumi Mataram. Kerajaan Mataram Lama terdiri atas dua wangsa (keluarga), yaitu wangsa Sanjaya dan wangsa Syailendra.

 Sumber Sejarah

  • Berita yang mengungkapkan Kerajaan Mataram Lama bersumber dari prasasti Kalasan (778 M), prasasti Karang Tengah (824 M), dan prasasti Argapura (863 M).

a)      Prasasti Kalasan

Menginformasikankan tentang terdesaknya Wangsa Sanjaya ke Utara oleh kedatangan Wangsa Syailendra.

b)      Prasasti Karang Tengah

Mengisahkan tentang Samaratungga dan Pramodyawardhani dari Wangsa Syailendra.

c)      Prasasti Argapura

Menginformasikan tentang Pemerintahan Kayuwangi (Dyah Lokapala) dari Wangsa Sanjaya

Raja – Raja Yang Pernah Memerintah

1)      Sri Maharaja Raka i Mataram Sang Ratu Sanjaya (717 – 746 M)

2)      Sri Maharaja Raka i Panangkaran Dyah Sankhara (746 – 784 M)

3)      Sri Maharaja Raka i Panunggalan/Dharanindra (784 – 803 M)

4)      Sri Maharaja Raka i Warak Dyah Manara (803 – 827 M)

5)      Sri Maharaja Dyah Gula (827 – 828 M)

6)      Sri Maharaja Raka i Garung (828 – 847 M)

7)      Sri Maharaja Raka i Pikatan Dyah Saladu (847 – 855 M)

8)      Sri Maharaja Raka i Kayuwangi Dyak Lokapala (885 – 885 M)

9)      Sri Maharaja Dyah Tagwas (885 M)

10)  Sri Maharaja Raka i Panumwangan (885 – 887 M)

11)  Sri Maharaja Raka i Gurunwangi Dyah Babra (887 M)

12)  Sri Maharaja Raka i Watuhumalang Dyah Jbang (894 – 898 M)

13)  Sri Maharaja Raka i Watukura Dyah Balitung Dharmodya Mahasambu (898 – 913 M)

14)  Sri Maharaja Raka i Daksa (913 – 919 M)

15)  Sri Maharaja Dyah Tulondhong (919 – 924 M)

16)  Sri Maharaja Raka i Sumba Dyah Wawa (924 – 927 M)

Konflik Kerajaan

Pada masa pemerintahan Raka i Kayuwangi (sekitar 856 – 880 M), ditemukan beberapa prasasti atas nama raja – raja lain, Sri Maharaja Raka i Gurunwangi dan Maharaja Raka i Limus Dyah Dewendra. Hal itu menunjukkan bahwa pada saat itu Raka i Kayuwangi bukanlah satu – satunya Maharaja di Pulau Jawa. Sedangkan menurut prasasti Mantyasih, raja sesudah Raka i Kayuwangi adalah Raka i Watuhumalang Dyah Jbang. Raka i Watukura Dyah Balitung yang diperkirakan merupakan menantu Raka i Watuhumalang Dyah Jbang berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh Pulau Jawa, bahkan sampai Pulau Bali. Mungkin karena kepahlawanannya itu, ia dapat mewarisi tahta mertuanya.

Pemerintahan Balitung diperkirakan berakhir karena terjadinya kudeta oleh mpu Daksa yang mengaku sebagai asli Wangsa Sanjaya. Dia sendiri kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Dyah Tulondhong. Tidak diketahui pasti apakah proses suksesi ini berjalan damai ataukah melalui kudeta berdarah pula. Dyah Tulondhong akhirnya tersingkir oleh pemberontakan Raka i Dyah Wawa yang sebelumnya menjabat sebagai pegawai pengadilan.

Kehidupan Politik

Seperti kerajaan bercorak Hindu lainnnya, kekuasaan raja di Mataram Lama bersifat mutlak. Namun, ada sejumlah hal menarik menyangkut pemerintahan.

q  Kewibawaan pemerintahan mengalami pasang surut dari satu raja ke raja yang lain. Kerajaan Mataram Lama sempat kuat saat diperintah oleh Sanjaya. Lalu, selama pemerintahan tiga raja berturut – turut, kerajaan ini berada di bawah pengaruh Kerajaan Syailendra, kemudian menguat lagi sejak pemerintahan Raka i Pikatan.

q  Raka i Garung menerapkan strategi perkawinan antara Raka i Pikatan dan Pramodyawardhani untuk melemahkan kekuatan Syailendra. Strategi itu terbukti ampuh menggulinhkan pemerintahan Balaputradewa dan Syailendra.

q  Persaingan politik antara Mataram Lama (Hindu) dengan Syailendra (Buddha) tidak meluas menjadi perseteruan antar agama. Terpeliharanya candi – candi dari kedua agama mengisyaratkan umat dari masing – masing agama dapat menjalankan ibadahnya dengan aman.

Kehidupan Sosial

Kehidupan masyarakat Mataram sangat dilandasi oleh kehidupan religius (Hindu dan Buddha) dan semangat gotong royong. Alasannya, dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit tetap dapat membangun candi dalam jumlah banyak. Selain itu, toleransi beragama dalam Kerajaan Mataram pun telah berkembang baik. Terbukti dari perkawinan Raka i Pikatan yang beragama Hindu dengan Pramodyawardhani yang beragama Buddha.

 

Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Lama bersumber pada usaha pertanian karena berada di daerah pedalaman. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pemberian tanah pada para rahib di Kalasan dan pembebasan pajak patapan pu palar di Muntilan. Kedua berita itu menunjukkan bahwa tanah sangat penting dalam kehidupan masyarakat.

Dengan pertanian tersebut, masyarakat Mataram Lama kelihatannya sudah cukup baik tingkat kesejahteraannya. Pada perkembangan berikutnya, Mataram Lama juga mengembangkan kehidupan maritim, yaitu dengan memanfaatkan aliran Sungai Bengawan Solo.

Keruntuhan Mataram Lama

Runtuhnya kekuasaan seorang raja saat itu, sepertinya sudah menjadi tradisi jika bersumber dari konflik perebutan takhta. Saling mengklaim siapa yang lebih berhak, adu kesaktian ( adu kuat dalam duel ), hingga prajurit terkuatlah yang menjadi pemimpin. Tapi dalam sejarah Kerajaan Mataram Lama ini, terdapat versi lain, yaitu runtuhnya kerajaan ini, di sebabkan letusan gunung Merapi. Karena setelah bencana alam itu, pusat kerajaan bergeser ke Jawa Timur. Dan kekuasaan pun di lanjutkan keluarga baru yang bukan dari turunannya Sanjaya ataupun Syailendra, yaitu Dinasti Isanawangsa, yang merujuk pada gelar Abhiseka Mpu Sindok yaitu Sri Isana Wikramadharmottungga.